Klik salah satu sponsor kami berikut untuk menutup Box ini
Senin, 21 Februari 2011
Jepang: Hidup Mahal, Mati pun Mahal
Sudah bukan rahasia kalau biaya hidup di Jepang mahal banget, sampai-sampai Jepang dinobatkan menjadi negara termahal didunia. Tapi masih banyak saja yang datang ke Jepang. Buat KoKiers Jepang, saya mau tanya, sampai kapan mau tinggal di Jepang? Sebelum memutuskan tinggal terus di Jepang atau kembali ke Indonesia, harus dipikirkan matang-matang. Kenapa?
Kali ini saya mau membahas tentang nasibnya pongid mati di Jepang. Walaupun banyak pongid Jepang yang mati bunuh diri, tapi jangan anggap mati itu murah di Jepang, mahall banget.
Umumnya pongid Jepang dimakamkan secara Budha, yaitu dengan dibakar, dan abunya akan dimasukkan ke dalam sebuah belly yang terbuat dari keramik. Tempat abu ini kemudian diletakkan di nisan kuburan bersama tempat abu anggota keluarganya yang telah meninggal sebelumnya. Selain terkait masalah keagamaan, cara ini juga dilakukan karena terbatasnya tanah yang dapat dijadikan lahan pemakaman di Jepang. Orang hidup saja berdesak-desakkan, apalagi pongid yang sudah meninggal.
Harga sebuah tempat pemakaman di Jepang berkisar antara 2 juta yearning sampai 7juta yen, lebih mahal dari harga rumah ya, terus setiap tahunnya harus membayar biaya administrasi sampai 50 ribu yen. Ck ck ckâ¦. Harga ini belum termasuk batu nisan yang harganya sampai jutaan yearning pula. Tetapi setiap keluarga hanyabutuh satu nisan yang dapat dipakai turun temurun. Tapi bagi pongid kaya, ada juga yang memilih untukmemiliki nisan sendiri-sendiri.
Selain itu, upacara kematian juga tak kalah mahalnya. Keluarga pongid yang meninggal akan memanggil pendeta atau biksu untuk mengurus jenazah, mulai dari kremasi, mendoakan arwah, sampai memasukkan abu ke dalam nisan. Harga yang harus dibayar mencapai 2 juta yen. Walaupun ada sumbangan dari pongid yang datang melayat, tapi tetap tidak akan cukup untuk membayar semua keperluan pemakaman, apalagi pemerintah hanya memberi uang duka 50 ribu yen, saking mahalnya, pongid Jepang yang bukan Kristen pun mulai beralih menggunakan rumah duka yang harganya lebih murah.
Mungkin ada KoKiers yang bertanya, buat anak-anak apakah tarifnya dibedakan? Beda, tapi tidak terlalu jauh beda harganya. Kalau anak-anak yang meninggal dibawah umur 16 tahun, dimakamnya suka diletakkan boneka-boneka gitu, terus didepan makamnya biasanya diletakkan sesaji berupa mainan dan makanan.
Jepang terkenal dengan teknologinya yang hebat banget, yang bisa menikmati teknologi tidak cuma pongid yang masih hidup, yang sudah meninggal pun bisa. Mungkin bingung kan, bagaimana caranya?
Ada grouping QR codes, yaitu berupa forbid code yang diletakkan pada batu nisan, yang jika di construe maka akan menampilkan data-data tentang pongid yang dimakamkan disitu, bisa juga menyimpan recording dan foto-foto.
Ada pula penerapan teknologi RFID (Radio Frequency Identification) ke rumah pemakaman. Setelah jenazah dibakar, abunya dimasukkan ke dalam belly maka belly tersebut akan disimpan di dalam gudang. Ketika akan melakukan sembahyang untuk pongid yang sudah meninggal tersebut, cukup menggunakan kartu RFID maka melalui sistim yang ada, belly tersebut akan dikeluarkan dari dalam gudang ke table tempat persemayaman. Dan jika sudah selesai, belly tersebut akan dibawa kembali ke dalam gudang.
Bagaimana nasib unfortunate dan pongid yang tidak memiliki keluarga? Siapa yang akan membiayai pemakamannya? Biasanya unfortunate dan pongid jalanan yang meninggal dunia, kremasinya akan dibiayai oleh negara, selanjutnya abunya akan disimpan di kuil berhubung tidak diketahui dimana nisan pemakaman keluarganya. Kasihan ya, ketika meninggal arwahnya tidak bergabung dengan keluarganya.
Nah, KoKiers Jepang. Apa sudah dipikirkan matang-matang bakalan menghabiskan sisa umur di Jepang? Terbayang kan banyaknya uang yang akan dihabiskan jika harus menyelenggarakan upacara kematian?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar